Copyright © Days Journal
Design by Dzignine
Minggu, 23 Mei 2010

SMA RSBI : Ladang Baru UU BHP

Minggu ini merupakan minggu yang cukup sibuk bagi sebagian siswa yang telah lulus mengenyam pendidikannya di SMP tahun ini, khususnya kota Malang. Mengapa? Apakah pendaftaran SMA secara online telah dibuka? Acara Wisuda? Atau sekedar melengkapi surat-surat, seperti legalisir raport dsb? Bukan teman, bukan. Mereka semua sibuk mencari-cari formulir pendaftaran SMA RSBI yang telah dibuka sejak minggu kemarin. Sekedar mengingatkan, kegiatan pendaftaran siswa baru secara online baru dibuka di bulan Juli. Ini merupakan imbas dari diberlakukannya peraturan baru mengenai Ujian Nasional tahun 2010.

Peraturan baru mengenai Ujian Nasional tahun ini dirasa lebih membela siswa. Hmm? Membela? Ya, karena siswa-siswa yang tidak lulus di Ujian Nasional masih dapat mengulang di Ujian Ulangan yang diadakan di Bulan Mei. Karena itulah pendaftaran SMA secara online baru dibuka di bulan Juli. Enaknya, Ijazah yang nantinya didapat berasal sekolah asal siswa. Berbeda dengan aturan tahun lalu yang langsung menerapkan ujian paket B dan C bagi siswa yang tidak lulus, ijazah yang diterima adalah ijazah Paket B atau ijazah Paket C, yang tentu saja, memiliki bobot yang lebih rendah di mata dunia pekerjaan ketimbang ijazah resmi sekolah.

Peraturan ini disambut baik oleh banyak orang, tapi tetap saja, hasil UAN tahun ini, khususnya SMP  kota Malang, malah lebih hancur daripada tahun kemarin. Kenapa? Padahal kan aturannya lebih enak di siswa? Justru itu, siswa seakan-akan lebih menggampangkan UAN asli, karena nantinya kalau tidak lulus masih ada ujian ulang. Ini masih satu kebijakan yang menuai pro kontra di kalangan orang-orang yang berkecipung di dunia pendidikan.

Be;um selesai masalah aturan baru ujian nasional, muncul lagi aturan yang agak nyeleneh, mungkin malah sedikit mencemarkan kehormatan dunia pendidikan itu sendiri. Sudah tahu UU BHP? Yang sering didiskusikan di forum-forum guru, atau di mata kuliah Pengantar Pendidikan dan Belajar dan Pembelajaran? UU ini memberikan keleluasaan pada Universitas, khususnya, untuk mencari dana yang nantinya akan digunakan untuk membangun dirinya sendiri. Maksudnya? Yup, Universitas boleh mencari sumber dana dari sektor apapun, dengan catatan dana yang didapat digunakan untuk memajukan kepentingan Universitas sendiri. Di Indonesia, baru UGM, UI, ITB, dan UPI yang telah ’dipersiapkan’ untuk menerapkannya. Jadi, istilahnya masih tahap coba-coba. Di Malang sendiri, sudah ada Satu Perguruan Tinggi Negeri yang, kesannya, menerapkan BHP. Dan sekarang, ternyata tidak hanya Perguruan Tinggi saja yang menerapkan BHP, SMA pun terkesan menerapkan peraturan yang terkesan tidak membela kaum yang lemah secara materiil ini....
Minggu, 02 Mei 2010

Alice in Wonderland, still ‘the usual’ Johnny Deep..

AW_Title w-Disney_wAgak ‘kasep’ (baca: ketinggalan) untuk membahas film ini, gara-garanya baru beberapa hari ini diputar di bioskop Malang. Tapi tetap tidak menurunkan minat untuk menonton secara’halal’ (baca: tidak mendownload) bagi para penggemar Johnny Deep. Apalagi yang nonton gratis. Rejeki memang tidak kemana *bapak-bapak mode:On.

“Ini bukan film anak-anak”, itu yang terlintas setelah film selesai diputar. Banyak yang bilang versi Tim Burton terlalu kelam dan gelap. Tapi memang katanya film ini membidik remaja dan dewasa sebagai pasar penonton. Sebenarnya aku tak pernah suka sama cerita Alice, karena terlalu complicated untuk cerita anak-anak(jaman SD bacanya).  Ditambah lagi nama-nama tokohnya yang sulit dilafalkan. Di pikiranku jaman SD cerita ini terlalu menakutkan. Dan penggambaran Tim Burton entah kenapa hampir mirip dengan visualisasiku tentang Alice in Wonderland saat jaman SD. Mungkin efek gara-gara kebanyakan nonton film thriller…*anak sd macam apa…

Bagi anda yang Caulrophobia mungkin akan sedikit takut saat menonton,  karena tokoh-tokoh di Alice in Wonderland kebanyakan mukanya kayak badut. Kualitas gambarnya keren (terlepas dari mutu rol filmnya yang sudah diputar berkali-kali). Banyak warna di film ini, karena settingnya sendiri di dunia fantasi yang berwarna-warni. Setting Inggris jaman Marie Antoinette di awal cerita cukup jelas tergambar, tapi setting tsb langsung buyar begitu masuk ke inti cerita. ...

Filmnya sendiri, kataku, sedikit kurang berkesan. Memang filmnya bagus, tapi entah kenapa tak membekas, keluar bioskop, filmnya sudah terlupakan. Pesan ceritanya cuma disampaikan dengan porsi waktu yang sangat sedikit di akhir cerita. Itupun agak ga jelas. Penokohan untuk karakter-karakter pembantu, seperti hewan-hewan juga kurang detail. Seakan-akan si sutradara menganggap semua penonton sudah mengetahui cerita Alice, padahal ada orang-orang macam aku yang belum tahu cerita lengkapnya, khususnya cerita versi dongeng/ masa kecilnya si alice. TT__TT. Atau jangan-jangan hanya aku yang tak tahu…*suara jangkrik…