Copyright © Days Journal
Design by Dzignine
Senin, 21 Oktober 2013

Perbincangan Siang Itu

Jalanan tampak sepi siang itu. Hanya tampak beberapa kendaraan yang hilir mudik siang itu. Pikiranku masih menerawang ke coklat fountain yang tidak sempat aku cicipi di pesta resepsi tadi. Ya, Pesta resepsi pernikahan tetangga satu RT-ku. Tidak biasanya aku ikut ‘buwuh’, mungkin hanya pada saat Ibu berhalangan hadir. Jadilah aku menemani Bapak datang ke resepsi pernikahan. Bukan pekerjaan yang berat, malah menyenangkan. Aku bebas mencicipi berbagai macam hidangan, walau kadang suka kesal karena tidak kebagian kursi. Dan kali ini, resepsi gaya western yang mengharuskan tamunya untuk berdiri saat makan sekali lagi sedikit mengecewakanku, terlepas dari lezatnya hidangan yang disajikan.

“Itu rumah teman Bapak,” kata Bapak sembari menunjuk ke sebuah rumah di pinggir jalan yang termasuk jalanan utama di perumahan ini.



Lamunanku tentang hidangan resepsi tadi pun buyar. Aku menengok ke arah yang ditunjukkan Bapak. Sebuah rumah besar bercat krem terlihat megah dan rindang. Belum sempat aku memberikan komentar, Bapak melanjutkan perkataannya.

“Itu rumahnya Pak X, kerja di Y, anaknya si Z kerja di W, ” sebut Bapak secara rinci nama perusahaan yang kata orang bergengsi.

“Ooo..,” jawabku tidak tertarik. Lamunan Coklat fountain yang tidak berhasil aku cicipi itu memang sedang meracuni otakku.

“……., kemarin ngajak besan-an, ” sambung Bapak sehabis terdiam sebentar sembari terus menyetir.
Aku terdiam. Topik bahasan seperti ini jarang sekali muncul di percakapan keseharian kami.

“Ya, terus pak?”

“Tapi uda Bapak tolak,”

aku semakin terdiam. Jangkrik-jangkrik pun bersalto di belakang.

“Kalau dilihat dari finansial mesti dapetlah. Tapi orangnya agamanya nggak begitu bagus, ” sambung Bapak singkat.

“Kebahagiaan itu kan tidak hanya di dunia. Kalau mencari suami yang dilihat pertama kali ya imannya dulu.
Dunia itu nanti bisa mengikuti. Pokoknya iman nya dulu harus bagus,” sambung Bapak singkat.

Aku mengiyakan setuju. Pembicaraan yang muncul setelah menghadiri resepsi itu begitu mengena. Sangat sederhana, tapi membuatku sangat bersyukur karena mengetahui orang tuaku tidak berpola pikir macam orang tua Siti Nurbaya.

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan komentarmu ya..^_____^