Copyright © Days Journal
Design by Dzignine
Kamis, 05 Mei 2016

kind of thing

i used to have that kind of thing..
but now i search for it and i find it nowhere..
is it lost? is it died somewhere?
or maybe it break apart..
and somebody took a little pieces of it
so even if i find it...
it can't never be the same like i used too before..

hai 'kind of thing'...
someday when i finnaly have an honor for meeting you..
i will be nicer..
because i find it hard for just looking for you..all this time.

for you
'kind of thing'

Sabtu, 16 Januari 2016

Opini tentang Kesyahidan

Belakangan saya suka ngecek hastagh yang berkaitan dengan bom sarinah di IG. Tadi pagi saya nggak sengaja nyasar ke foto salah satu teroris yg diambil saat ia sudah meninggal (sepertinya tertembak, karena jasadnya utuh). Iya, dia si teroris pria berkaos biru tua yg sebelumnya menenteng senjata laras panjang. Foto yang hanya menampakkan separuh badan ke atas itu ramai sekali dengan hujatan dari netizen. Yang menarik, ada sebagian kecil netizen yang memuji dan menganggap ia mati syahid. Syahid? Bagaimana bisa teroris yang membunuh orang awam tidak bersalah mati syahid? Pasti itu pikiran kita pada umumnya.

Bila kita lihat lebih lanjut foto itu, memang raut muka si teroris seakan tersenyum atau setidaknya menampakkan raut muka yg damai tanpa kesakitan. Yang mana fenomena fisik itu adalah salah satu tanda dari mati syahid, mati dengan cara khusnul khotimah di jalan Allah.

Nah ini yang ingin saya bahas.

Saya pernah membaca artikel dari seseorang yang mengikuti prosesi pemakaman Amrozi cs. Ingat Amrozi dan Imam Samudra? Yap, pelaku bom bali tahun 2002. Amrozi cs dieksekusi hukuman mati dengan cara ditembak pada tahun 2008. Di tulisannya, Si penulis mengemukakan bahwa terdapat berbagai keanehan di prosesi pemakaman mereka. Diantaranya, saat pemakaman, cuaca begitu redup dan terdapat awan yang mengikuti pengantaran jenazah hingga liang lahat. Raut muka mereka pun begitu damai dan seakan tersenyum. Padahal salah satu permintaan terakhir mereka adalah dieksekusi (ditembak) tanpa menggunakan penutup kepala. Artinya mereka melihat langsung bagaimana peluru menerjang jantung mereka. Logikanya, menurut saya manusiawi bila mereka menunjukkan raut muka ketakutan di akhir hidupnya. Namun jenazah mereka menampakkan raut muka damai dan tersenyum. Hal aneh lainnya adalah terdapat 2 burung yang mengikuti proses mulai dari saat jenazah disemayamkan hingga dimakamkan. Untuk alasan terakhir saya belum paham apakah itu juga termasuk tanda2 kesyahidan seseorang. Tapi untuk alasan yang lain, saya kira itu adalah tanda2 syahid yang paling umum kita ketahui.

Mungkin, kita sebagai manusia yang memandang dari sudut keimanan dan mata seorang awam, terorisme, bagaimanapun bentuknya dan dipandang dari ajaran agama manapun adalah suatu dosa besar. Menghilangkan nyawa seseorang secara sengaja adalah suatu tindakan barbar dan tidak manusiawi. Namun bagaimana dengan tanda-tanda kesyahidan dari orang-di atas. Menurut saya menilai syahid tidaknya seseorang bukanlah kapasitas manusia. Ada banyak hal yang tidak kita ketahui bagaimana pribadi orang tersebut. Ada cerita seorang wanita (maaf) pelacur di jaman Nabi yang masuk surga karena memberi makan seekor kucing. Bila Allah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin. Kita tidak tahu tindakan apa yang dapat menyeret kita ke surga, begitu pula sebaliknya.

Daripada kita menghujat orang yang telah tiada. Berdebat masalah kesyahidan seseorang dan menjudge seseorang dari satu sisi di hidupnya. Marilah kita mengurus diri kita sendiri, agar umur yang tersisa ini lebih barokah dan terisi dengan hal-hal yang lebih bermanfaat.

#kamitidaktakut #bomsarinah #syahid #opini #terorisme

posted from Bloggeroid

Kamis, 04 Juni 2015

Berbicara mengenai Idealisme

Masih teringat dengan jelas saat seorang widyaiswara berkata pada kelas saya, 438A, saat Diklat Prajabatan di Islamic Center, Surabaya, setahun yang lalu.

"Saya harap kalian disini, bapak ibu guru muda, bisa mempertahankan idealisme dalam membentuk generasi muda bangsa ini, sehingga Indonesia memiliki generasi penerus yang jujur dan kompeten, " kata beliau dengan berbinar dan menggebu.

Wajar Bapak Widyaiswara itu berkata demikian, beliau berkaca pada banyaknya fenomena PNS yang sudah kehilangan idealisme, istilahnya lainnya, asal kerja, tidak mencurahkan yang terbaik dari dirinya, toh ya PNS tiap bulan juga digaji sama.

Ya, saat itu semangat kami terlecut, untuk mewujudkan dan mempertahankan idealisme kami sebagai guru. Sayangnya, di saat dan momen yang sama, kami harus dan mungkin bisa dikatakan terlibat pada praktik yang sebaliknya. Dan lagi-lagi saya harus mengambing hitamkan sistem di Indonesia.

Senin, 25 Mei 2015

Saat Laci itu Terbuka

Ada yang bilang memaafkan dan mengikhlaskan itu hanya masalah waktu. Namun Mengikhlaskan bukan berarti melupakan. Melangkah maju dan berusaha untuk tidak menoleh itu suatu keharusan. Namun adakalanya langkah kita terhenti sesaat dan seakan-akan ada yang memanggil di belakang.
Ya, seolah-olah laci yang sudah kamu kunci rapat dan sembunyikan kuncinya tiba-tiba terbuka. Membuatmu tergerak dan penasaran untuk mengulik kembali isi laci itu. Dan membangkitkan kembali ingatan yang telah lama terlupa. Bisa jadi laci itu berisi hal yang menyenangkan. Tiba-tiba kamu menemukan segebok uang atau mungkin benda berharga lainnya. Semua pasti senang, semua pasti siap untuk menerima kejutan dan kebahagiaan yang tidak disangka-sangka.

Jumat, 03 April 2015

Kepasrahanmu

Kau baru tersadar di pagi hari
Berita itu ternyata tidak sampai padamu
Rasa sesal dan kecewa seketika muncul
Kitab sakti itu segera kau buka
Sembari mengandalkan short term memory
Tak tahukah kau bahwa itu sudah Terlambat?
Kau tersadar saat aku masuk ke dalam ruangan
Kau mulai mengiba seakan itu hidup dan matimu
Meminta sedikit waktu terakhir
Aku menggeleng
Taktik lawas macam itu sudah tidak berfungsi lagi
Aku memanggil..

Minggu, 29 Maret 2015

Another mumbling

Saat kamu beranjak dewasa, kamu menyadari bahwa banyak sekali hal-hal yang membutuhkan pemahaman dan pengambilan keputusan dengan pertimbangan dari segala sudut pandang. Tidak hanya sekedar, oke, ayo kita lakukan, sambil berharap semua akan berjalan sesuai dengan rencana.

Saat kita semakin dewasa, kita menyadari bahwa segala keputusan tidak bisa diambil hanya dengan keyakinan diri sendiri. Lingkungan dan banyak pasang mata juga akan selalu mengiringi kemana langkah yang kamu pilih. Kamu menyadari banyak sekali pandangan yang kamu dapati setelah keluar dari zona nyaman ini.

Untuk pengambilan keputusan yang diharapkan hanya sekali untuk selamanya, kita tidak bisa memasang badan sendiri dan seolah tidak memperdulikan yang lain. Karena ini tidak melulu soal aku, kamu, atau kita...tapi juga mereka.


~mungkin saya jenuh, abaikan...

posted from Bloggeroid

Selasa, 27 Januari 2015

I'tiraf


"Ilahi lastu lil firdausi ahlan
Walaa aqwaa ‘alannaril jahiimii
fahabli taubatan waghfir dzunuubi
fainnaka ghafirudzdzambil ‘adzhiimii
dzunuubi mitslu a’daadir rimali
fahablii taubatan yaa dzal jalaali
wa ‘umrii naaqishun fii kulliyaumi
wa dzambii zaa idun kaifahtimali
ilahi ‘abdukal ‘aashi ataaka
muqirran bi dzunubi waqad da’aaka
fa in taghfir faanta lidzaka ahlun
wa in tadrud faman narjuu siwaakaa “



Sabtu, 24 Januari 2015

Amazing Last Year

so this is the first post in this beloved new year. Everyone had posted many kinds of articles about their resolution. But i ‘m not that  extrovert, so I decide to not publish my own resolution in this blog. Despite..my friends (in the same school as me), so do my children (well, I’m an homeroom teacher actually) sometimes opened my blog and kepo-ing (knowing everything in particular object) all of my shamelessly article<---forget my grammar. its..embarassing..hiks2 (but it just a matter of time and they will forget my blog) aha. I have resolution of course, but I choose to write a big size of my resolution in a sticky paper and stick that in my boarding room, mostly in my mirror. My mirror just to big to me, so its not a problem to stick many paper around. And its easier for me to motivated everyday to achieve that because I see it everyday.

So last year was the first year for me to be a full independent worker woman. Tiring at first, doing everything by myself in foreign city (still in Indonesia actually, for now, lalala), but now I’m really happy. I have 39 kids, with many characters and naughtiness. Its hard being a single mother (well, single homeroom teacher actually). Always take eye to all of them, hearing all their problem, having a good relation with their parents and so on. Oh ya, the last first week in this month, I had a big day as a homeroom teacher, a term report day.. (lebay edition)