Seorang ibu berjalan tergopoh-gopoh menuruni tangga yang cukup licin karena tergenang air. Seakan tidak mempedulikan keselamatannya ia mempercepat langkahnya seakan ingin segera pergi dari pusat perbelanjaan nomer 1 di Malang itu. Raut mukanya meringis. Bukan karena kesakitan, tapi karena kesedihan yang sedang melandanya. Sesekali terdengar senggukan dan tangisan yang membuat semua orang yang berpapasan menaruh perhatian padanya.
“Bu, sek to..”
Perhatianku kemudian teralihkan ke belakang. Seorang bapak paruh baya, dengan pakaian kasual, memakai kaos dan celana jeans hitam yang mencoba untuk menyamai jarak dengan ibu tadi. Pakaiannya itu terlihat kontras dengan pakaian si ibu yang mengenakan pakaian PNS dibalut dengan jaket hangat. Tangannya mencoba meraih tangan si ibu. Tapi tiap kali dia berhasil, saat itu juga si ibu mengenyahkan dan mengibasnya seakan-akan ia tidak ingin lelaki itu mendekat dan menghentikan langkahnya. Begitu seterusnya, hingga mereka memasuki parkiran sepeda motor dan hilang di keriuhan manusia.
Adegan bak sinetron itu hanya sepersekian detik, tapi meninggalkan bekas bagi orang-orang yang memperhatikannya. Pertanyaan-pertanyaan klasikal mulai bermunculan dengan liarnya. Apa yang sebenarnya terjadi dengan ibu itu? Siapa laki-laki di belakangnya yang berusaha membujuknya untuk berhenti? Apakah ibu itu menangis karena disakiti oleh lelaki di belakangnya? apakah ada pihak ketiga? Bagaimana keadaan mereka sekarang? Pertanyaan-pertanyaan itu umum dimunculkan oleh para penikmat sinetron. Adegan tadi pun seakan-akan sengaja disetting hingga mencapai anti klimaks, dimana suatu sinetron bersambung dan dengan kejamnya meninggalkan banyak tanda tanya dan rasa penasaran penontonnya.
Tapi ada yang berbeda, adegan tadi bukanlah cuplikan sinetron atau drama-drama yang suka menge-zoom mimik muka aktrisnya itu. Adegan itu nyata, terjadi di komunitas dan masyarakat kita. Lazimkah kita banyak bertanya? bertanya pada suatu hal yang bukan urusan kita? dan kalaupun kita pada akhirnya mengetahui jawabannya, apa manfaatnya bagi kita? apa hal itu akan membuat kita lega dan bahagia?
Terkadang tidak tahu adalah jawabannya. Dalam artian tidak berusaha untuk mencari tahu atau tidak memaksa untuk tahu. Karena bisa jadi sesuatu yang kita tahu itu tidak sesuai dengan harapan. Bisa jadi, setelah kita sibuk mengira-ngira seperti apa ending suatu cerita, kita terlena dan menganggap sesuatu yang semu menjadi nyata. Atau bisa jadi, setelah kita tahu, kita akan terluka. Dan pada akhirnya kecewa karena kenyataan berbeda dengan estimasi kita. Layaknya kecewa terhadap ending film horor yang selalu mematikan tokoh utama.
Tidak perlu tahu dan tidak berusaha mencari tahu bisa jadi sikap yang melindungi kita dari rasa kecewa bila ternyata script sang Sutradara tidak sesuai dengan estimasi kita.
Teruntuk ibu dan bapak di sore itu,. dari seorang yang tak sengaja berpapasan dan berpikiran liar.
-ajeng-
setujuuu....kdang ada hal-hal yang kita-nggak-perlu-tau...dan orang lain-nggak-perlu-tau-tentang-kita...just be wise aja buat memilih mana-yang-perlu buat diketahui, dan mana yg perlu buat ditunjukin ke orang lain....
BalasHapussuper skalii..baru berpapasan secepat itu tp udh kepikiran dan merenung kemana2..ahaha
gara-gara terlalu imaaajiinaaasiii... *nggambar pelangi kayak spongebob
HapusXD
apalagi kalau masalah rumah tangga :D
BalasHapusiyaaa...hahahaa..tapi kalau masalah rumah tangga sendiri harus tahu nantinya.. :P
Hapus