Copyright © Days Journal
Design by Dzignine
Sabtu, 19 Oktober 2013

Akhir yang Bahagia?

Belajar tentang kehidupan tidak melulu harus mengalami terlebih dahulu. Pelajaran juga bisa diambil dari pengalaman orang lain. Apalagi cerita yang tidak bahagia, bukan berarti cerita yang akan saya share ini berakhir sedih namun lebih ke…entahlah.. silahkan disikapi sendiri setelah membaca.

Dua tahun yang lalu, sekitar tahun 2011, Ibu saya pernah mengajak saya untuk menjenguk putri salah seorang temannya yang sedang sakit. Bukan sakit fisik, namun lebih ke penyakit mental, nama penyakitnya Skizofrenia. Mungkin teman-teman ada yang sudah pernah baca posting saya tentang penyakit ini dulu. Skizofrenia kadangkali masih disalah artikan sebagai kesurupan atau ‘ketempelan’ dll, karena salah satu gejalanya adalah halusinasi. Dalam kasus anak teman ibu, sebut saja Mbak Bunga, gejala awalnya adalah mendengar suara-suara tak berwujud yang sering membisikkan sesuatu dalam bahasa manusia. Apa yang dibisikkan saya juga kurang tahu. Mbak Bunga sangat ketakutan, terkadang malah berteriak-teriak seperti orang kesurupan di depan umum.

Bagi penonton setia Dunia Lain dan yang hobi dengan perklenik-an, bisa jadi sekarang pikirannya sudah mengarah kesana.. Ya saya paham, karena awalnya saya juga begitu. Tapi ternyata setelah diperiksakan ke ahli psikologi, diketahui bahwa mbak Bunga ini mengidap Skizofrenia, penyakit kejiwaan. Banyak faktor yang menimbulkan penyakit ini. Bisa faktor keturunan maupun guncangan/ stres berat.

Oke, kembali ke pengalaman saya saat menjenguk mbak Bunga. Sesampainya di depan rumah beliau, saya bingung harus berlaku seperti apa, karena itu pengalaman pertama kali saya menjenguk seseorang yang sakitnya bukan sakit fisik.


“Restii..? Resti yaa..? ” kata seorang perempuan di balik bahu ibunya sambil berbinar menatap saya. Resti itu nama kakak saya, memang Mbak Bunga dan kakak saya adalah teman semasa SD. Dia salah mengenali saya sebagai kakak saya. Setelah diberitahu bahwa saya Tika, bukan Resti, kilauan matanya meredup, sepertinya kecewa sekali. maaf mbak.. –__-

Perjamuan di ruang tamu berjalan sangat awkward. Ibu sibuk berbincang dengan Ibu Mbak Bunga, terlihat begitu  serius dan dengan volume yang sengaja dikecilkan,  sepertinya tidak ingin terdengar oleh kami (saya dan Mbak Bunga).

Beberapa saat kemudian, datanglah 4 teman kuliah Mbak Bunga. Dua orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Kami berbincang biasa, tidak ada yang aneh, walau terkadang mb Bunga tiba-tiba berganti ekspresi dengan begitu cepatnya. Dari tertawa-tawa kemudian jadi blank/ tatapan kosong. Kalau sudah begini, temannya dengan sigap langsung menyetel kaset Ruqyah yang sengaja disiapkan di ruang tamu. Ternyata Mbak Bunga bisa tenang saat mendengar lantunan ayat Al-Quran, selain dengan meminum obat secara rutin. Lalu semua kembali seperti semula.

Usut-punya usut, sekembalinya di rumah, Ibu cerita panjang lebar tentang bagaimana asal mula munculnya penyakit ini. Yang pertama, dari keluarga Ibu Mbak Bunga, ternyata ada riwayat Skizofrenia, salah seorang tante juga mengidap penyakit itu. Bisa jadi gen skizo agak sedikit dominan pada Mbak Bunga, sehingga mengakibatkan munculnya penyakit itu. Tapi apa pemicunya?Ternyata mbak Bunga sedang dalam masa penyelesaian skripsi. Dan dia terlambat beberapa semester dari keempat temannya (sudah lulus) yang menjenguk tempo hari. Bisa jadi itu juga memicu stres yang berlebihan.

Dari kedua alasan itu, semuanya bisa diterima oleh keluarga dengan lapang dada. Namun alasan ketiga, tidak semudah itu diterima. Mbak Bunga ternyata memiliki masalah yang tidak diketahui oleh keluarga. Dia menjalin hubungan dengan temannya, yang notabene non-Muslim.

FYI, keluarga Mbak Bunga adalah keluarga Islam yang sangat kuat. Ayahnya adalah seorang yang dihormati karena Ilmu agamanya, yang juga seorang Kyai. Berawal dari penyakit ini, akhirnya terkuaklah bahwa Mbak Bunga dan temannya yang non-Muslim sudah menjalani masa 3 tahun pacaran semasa kuliah. Temannya tersebut ternyata salah seorang laki-laki yang menjenguknya tempo hari.

Mungkin, beban itu yang paling memberatkan Mbak Bunga. Kenyataan bahwa ia menjalin hubungan dengan laki-laki non-muslim, yang pastinya akan sangat ditentang keras oleh keluarganya. Apalagi usia hubungan mereka yang sudah 3 tahun, bisa jadi ia sudah berpikir lebih jauh untuk membawa hubungan mereka ke tingkat yang lebih jauh, yaitu pernikahan. Dan nyatanya memang benar, Ayah Mbak Bunga begitu marah besar begitu mengetahui anaknya menjalin hubungan dengan seorang non-muslim. Tapi beliau tidak sampai hati memisahkan mereka, karena takut penyakit anaknya bertambah parah.

Dua tahun berlalu, sejak terakhir saya mendengar kabar Mbak Bunga. Bulan ini saya mendapat kabar, bahwa Mbak Bunga dan teman lelakinya yang non-muslim itu akan menikah. Mbak bunga saat ini sudah bekerja di Surabaya, Ia sudah kembali normal, walau masih meminum obat-obatan untuk mencegah peningkatan level penyakitnya (ada beberapa tahap keseriusan penyakit Skizofrenia). Ayahnya akhirnya rela melepas putrinya untuk menikah dengan lelaki pilihan hatinya, seorang non-muslim yang akhirnya menjadi muallaf.

Akhir yang bahagia?

Seorang suami, dalam Islam, alangkah baiknya bila ia mengerti ilmu agama Islam dengan baik. Sehingga ia bisa menjadi penuntun bagi istri dan keluarganya kelak. Bertanggung jawab dalam kehidupan dunia dan akhirat. Dalam ajaran Islam pun sudah dijelaskan bahwa, kriteria seorang laki-laki/perempuan yang pantas untuk dijadikan suami/istri yang pertama adalah dilihat dari imannya. Tanggung jawab suami begitu besar dalam menjaga agar keluarganya tetap pada jalan yang diridhoi Allah. Sehingga jelas dan sangat absolut bila kita sebagai perempuan, memilih laki-laki yang beragama sama dan memiliki keimanan yang kuat sebagai
suami.

Bagi ayah Mbak Bunga, peristiwa ini mungkin salah satu ujian keimanan. Namun patut disyukuri bahwa pihak pria dibukakan pintu hatinya sehingga menjadi muallaf. Terkadang saya masih suka menyayangkan keputusan Mbak Bunga yang lebih memilih mempertahankan hubungannya dengan teman laki-lakinya diatas penolakan orang tuanya. Bukankah  ridho orang tua sangat penting? Mungkin lebih baik untuk tidak bermain api bila suatu saat api yang kita mainkan itu bisa membakar diri sendiri.

Ah sudahlah, cukuplah belajar dari pengalaman orang lain, Semoga kita dihindarkan dari hal-hal yang merusak iman dan semoga cerita di atas bisa dijadikan bahan perenungan dan dapat diambil hikmahnya.


-ajeng-



Bonus MV Roy Kim-Bom Bom Bom
Biru langitnya baguuss.. :D *gaknyambungbangetsamapostingan



2 komentar:

  1. nggak sepenuhnya bahagia sih sepertinya...
    yah semoga rumah tangganya bisa berjalan baik ya bu,,,
    meskipun...ah sudahlah...

    aminnn..semoga kita dijauhkan dari hal-hal semacam itu...serem juga ngebayanginnya... T.T

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mip, aamiin..
      semoga bisa menginspirasi.. :3

      Hapus

Tinggalkan komentarmu ya..^_____^